Sabtu, 01 Juni 2013

Bangunan Sejarah

Benteng Otanaha
Sekitar abad ke-15,dugaan orang bahwa sebagian besar daratan Gorontalo adalah air laut. Ketika itu,Kerajaan Gorontalo di bawah Pemerintahan Raja Ilato, atau Matolodulakiki bersama permaisurinya Tilangohula (1505–1585). Mereka memilik tiga keturunan, yakni Ndoba (wanita),Tiliaya (wanita),dan Naha (pria).Waktu usia remaja,Naha melanglang buana ke negeri seberang,sedangkan Ndoba dan Tiliaya tinggal di wilayah kerajaan.
Suatu ketika sebuah kapal layar Protugis singgah di Pelabuhan Gorontalo Karena kehabisan bahan makanan, pengaruh cuaca buruk, dan gangguan bajak laut.
Mereka menghadap kepada Raja Ilato. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan, bahwa untuk memperkuat pertahanan dan keamanan negeri, akan dibangun atau didirikan tiga buah benteng di atas perbukitan Kelurahan Dembe, Kecamatan Kota Barat yang sekarang ini, yakni pada tahun 1525.
Ternyata, para nakhoda Portugis hanya memperalat Pasukan Ndoba dan Tiliaya ketika akan mengusir bajak laut yang sering menggangu nelayan di pantai.Seluruh rakyat dan pasukan Ndoba dan Tiliaya yang diperkuat empat Apitalau, bangkit dan mendesak bangsa Portugis untuk segera meninggalkan daratan Gorontalo.Para nakhkoda Portugis langsung meninggalkan Pelabuhan Gorontalo.
Ndoba dan Tiliaya tampil sebagai dua tokoh wanita pejuang waktu itu langsung mempersiapkan penduduk sekitar untuk menangkis serangan musuh dan kemungkinan perang yang akan terjadi.Pasukan Ndoba dan Tiliaya,diperkuat lagi dengan angkatan laut yang dipimpin oleh para Apitalau atau ‘kapten laut’, yakni Apitalau Lakoro, Pitalau Lagona, Apitalau Lakadjo, dan Apitalau Djailani.
Sekitar tahun 1585, Naha menemukan kembali ketiga benteng tersebut. Ia memperistri seorang wanita bernama Ohihiya.Dari pasangan suami istri ini lahirlah dua putra, yakni Paha (Pahu) dan Limonu.Pada waktu itu terjadi perang melawan Hemuto atau pemimpin golongan transmigran melalui jalur utara. Naha dan Paha gugur melawan Hemuto.
Limonu menuntut balas atas kematian ayah dan kakaknya. Naha, Ohihiya, Paha, dan Limonu telah memanfaatkan ketiga benteng tersebut sebagai pusat kekuatan pertahanan. Dengan latar belakang peristiwa di atas,maka ketiga benteng dimaksud telah diabadikan dengan nama sebagai berikut. Pertama, Otanaha.
Ota artinya benteng. Naha adalah orang yang menemukan benteng tersebut. Otanaha berarti benteng yang ditemukan oleh Naha.
Kedua,Otahiya. Ota artinya benteng. Hiya akronim dari kata Ohihiya, istri Naha Otahiya, berarti benteng milik Ohihiya. Ketiga Ulupahu.Ulu akronim dari kata Uwole,artinya milik dari Pahu adalah putera Naha.Ulupahu berarti benteng milik Pahu Putra Naha.
Benteng Otanaha, Otahiya, dan Ulupahu dibangun sekitar tahun1522 atas prakarsa Raja Ilato dan para nakhoda Portugis.
Benteng Orange
Objek wisata Benteng Oranye (Orange Fortress) merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang terdapat di Kecamatan Kwandang, kurang lebih 61 km dari Kota Gorontalo. Benteng ini dibangun oleh bangsa Portugis pada abad ke-17. Benteng ini berukuran panjang 40 meter, lebar 32 meter, dan tinggi 5 meter (40x32x5 meter).
Monumen Nani Wartabone
Monumen Nani Wartabone dibangun sekitar tahun 1987 pada masa pemerintahan Drs. A. Nadjamudin, Walikotamadya Gorontalo. Monumen ini terletak tepat di depan rumah Dinas Gubernur Provinsi Gorontalo saat ini .
Nani Wartabone adalah putra asli Daerah Gorontalo, yang telah banyak mengabdikan diri sebagai pejuang bangsa dan negara, khususnya dalam gerakan patriotisme melawan penjajahan Belanda.
Gerakan patriotisme Rakyat Gorontalo di bawah pimpinan Nani Wartabone, dengan menggunakan taktik dan strategi perjuangan mampu mengusir bangsa penjajah, Belanda, dari Bumi Kerawang, Gorontalo. Perjuangan rakyat Gorontalo yang patriotik mencapai klimasnya pada tanggal 23 Januari 1942, menjadi satu-satunya daerah di Indonesia yang mampu memproklamasikan kemerdekaan RI dari Bumi Gorontalo, lepas dari cengkeraman penjajahan Belanda.
Jiwa patriotisme yang tumbuh dan terpelihara sejak abad ke-17, berpuncak pada patriotisme 23 Januari 1942, merupakan batu-batu kerikil yang dipersembahkan rakyat Gorontalo dalam batas-batas kemampuannya dalam pembangunan Republik Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1945.
Jiwa patriotik tersebut muncul dan tumbuh terus pada masa kekuasaan Jepang, serta terus dibina dan diwariskan kepada generasi sekarang.
Monemen Nani Wartabone dibangun untuk menghomati jasa Pahlawanan Perintis Kemerdekaan Nani Wartabone, asal Gorontalo, dan mengingatkan masyarakat Gorontalo akan peristiwa bersejarah 23 Januari 1942, dengan harapan hasil perjuangan itu akan tumbuh dalam jiwa generasi sesudahnya untuk membangun Indonesia tercinta ini dalam mengisi kemerdekaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar